Rabu, 07 November 2012

lanjutan makalah sulawesi utara

2.2 kebudayaan
Provinsi Sulawesi Utara mempunyai beberapa tari tradisional seperti tarian maengket, tarian kabasaran, tarian katrili, tari poco-poco, upacara tulude, tari masamper, tari cakalele, tari tumatenden dan berbagai tarian daerah lainnya. Selain berbagai macam tarian provinsi Sulawesi Utara juga mempunyai beberapa alat musik khas daerah yakni musik kolintang dan musik bambu. Sedangkan rumah adat Sulawesi Utara adalah rumah panggung.
Kebudayaan di Sulawesi Utara. Selain kaya akan sumber daya alam sulawesi utara juga kaya akan seni dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Berbagai seni dan budaya dari berbagai suku yang ada di provinsi sulawesi utara justru menjadikan daerah nyiur melambai semakin indah dan mempesona. Berbagai pentas seni dan budaya maupun tradisi dari nenek moyang memberikan warna tersendiri bagi provinsi yang terkenal akan kecantikan dan ketampanan nyong dan nona Manado.
Secara garis besar penduduk di Sulawesi Utara terdiri atas 3 suku besar yakni suku minahasa, suku sangihe dan talaud dan suku bolaang mongondow. Ketiga suku/etnis besar tersebut memiliki sub etnis yang memiliki bahasa dan tradisi yang berbeda-beda. Tak heran Provinsi Sulawesi Utara terdapat beberapa bahasa daerah seperti Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik (dari Suku Minahasa), Sangie Besar, Siau, Talaud (dari Sangihe dan Talaud) dan Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang (dari Bolaang Mongondow)
Propinsi yang terkenal akan semboyan torang samua basudara (kita semua bersaudara) hidup secara rukun dan berdampingan beberapa golongan agama seperti Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Namun dari keaneka ragaman tersebut bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pemersatu dari berbagai suku dan golongan.
Berikut ini beberapa Kebudayaan di Sulawesi Utara
Budaya mapalus. Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau gotong royong. Budaya mapalus mengandung arti yang sangat mendasar. Mapalus juga dikenal sebagai local Spirit and local wisdom masyarakat di Minahasa
Perayaan tulude. Perayaan tulude atau kunci taong (kunci tahun) dilaksanakan pada setiap akhir bulan januari dan diisi dengan upacara adat yang bersifat keagamaan dimana ungkapan puji dan syukur terhadap sang pencipta oleh karena berkat dan rahmat yang telah diterima pada tahun yang telah berlalu sambil memohon berkat serta pengampunan dosa sebagai bekal hidup pada tahun yang baru
Festival figura. Figura merupakan seni dan budaya yang diadopsi dari kesenian yunani klasik. Seni ini lebih dekat dengan seni pantomim atau seni menirukan laku atau watak dari seseorang tokoh yang dikenal atau diciptakan. Figura merupakan kesenian yang dapat menghadirkan dramaturgi pendek terhadap sosok atau perilaku tokoh-tokoh yang dianggap berperan dalam mengisi tradisi baik buruknya sosok dan watak seorang manusia. Oleh pemerintah kota Manado festival figura diselenggarakan dalam rangka pesta kunci taong layaknya perayaan tulude yang dilaksanakan oleh masyarakat sangihe
Toa Pe Kong atau Cap go meh. Seperti didaerah lainnya, perayaan/upacara ini juga rutin dilaksanakan di Sulawesi Utara apa terlebih di Kota Manado. Upacara ini dimeriahkan dengan atraksi dari Ince Pia yakni seorang yang memotong-motong badan dan mengiris lidah dengan pedang yang tajam serta menusuk pipi dengan jarum besar yang tajam akan tetapi si Ince Pia tidak terluka ketika
Pengucapan syukur. Pengucapan syukur merupakan tradisi masyarakat Minahasa yang mengucap syukur atas segala berkat yang telah Tuhan berikan. Biasanya pengucapan syukur dilaksanakan setelah panen dan dikaitkan dengan acara keagamaan untuk mensyukuri berkat Tuhan yang dirasakan terlebih panen yang dinikmati. Acara pengucapan syukur ini dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat suku Minahasa pada hari Minggu umumnya antara bulan Juni hingga Agustus. Saat pengucapan syukur hampir setiap keluarga menyediakan makanan untuk para tamu yang akan datang berkunjung apa terlebih makanan khas seperti nasi jaha dan dodol.
Itulah beberapa Kebudayaan di Sulawesi Utara yang hingga kini masih rutin dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara.

2.3 alat musik sulawesi utara
Alat music daerah Sulawesi Utara
Kolintang merupakan alat musik khas dari Minahasa (Sulawesi Utara) yang mempunyai bahan dasar yaitu kayu yang jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi yang cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah seperti kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis 
kayu yang agak ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar). 

Kata Kolintang berasal dari bunyi : Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi) dan Tang (nada tengah). Dahulu Dalam bahasa daerah Minahasa untuk mengajak orang bermain kolintang: "Mari kita ber Tong Ting Tang" dengan ungkapan "Maimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul nama "KOLINTANG” untuk alat yang digunakan bermain. 

Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya waktu kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti 
dengan tali seperti arumba dari Jawa Barat. Sedangkan penggunaan peti sesonator dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa (th.1830). Pada saat itu, konon peralatan gamelan dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya. 

Adapun pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur. Itulah sebabnya dengan masuknya agama kristen di Minahasa, eksistensi kolintang demikian terdesak bahkan hampir menghilang sama sekali selama ± 100th.

2.4 makanan khas 

Makanan Khas Provinsi Sulawesi Utara
Tinutuan atau yang lebih dikenal dengan bubur manado merupakan makanan khas yang berasal dari daerah nyiur melambai. Selain tinutuan atau bubur manado, didaerah ini juga anda dapat menemukan makanan khas yang jarang anda temui didaerah lain seperti RW (Daging Anjing), Paniki (Kelelawar), daging ular, Tikus hutan, Babi Hutan dan berbagai makanan khas lainnya seperti ikan woku blanga dan ikan caka
lang fufu.

2.5 lagu tradisional
 Lagu Daerah Sulawesi Utara
Esa Mokan, Gadis Taruna, O Ina Ni Keke, Si Patokaan, Sitara Tillo, Tahanusangkara dan Tan Mahurang.

2.6 baju adat
Pakaian adat dari Sulawesi Utara sering disebut dengan pakaian Sangihe.Pakaian adat suku bangsa Sangihe Talaud sejak dulu menggunakan bahan serat kofo.Kofo atau fami manila adalah sejenis pohon pisang yang banyak tumbuh di daerah Sangihe talaud yang berikim tropis Seratnya diambil untuk menghasilkan benang kofo.Benang kofo ditenun dengan alat tenun yang disebut “kahuwang”.Pakaian adapt Sangihe Talaud disebut “laku tepu”.Laku artinya pakaian ,sedang tepu artinya agak sempit,maksudnya pakaian yang bagian lehernya agak sempit atau tidak terbuka.

BUSANA WANITA. Laku tepu yang bentuknya memanjang dari leher sampai di betis ,merupakan baju terusan terbuat kain kofo.Pada bagian leher terdapat lipatan berbentuk segitiga atau huruf V,sebesar ukuran kepala agar mudah memakainya. Kahiwu atau kain sarung.Kahiwu juga dibuat dari kain kofo,merupakan pelapis bagian dalam yang diikat dipinggang.Kahiwu mempunyai lipatan seperti kain(wiron)terletak agak kekiri disebut “leiwade”.Lipatan untuk rakyat biasa berjumlah 5 lipatan dan untuk bangsawan 7 atau 9 lipatan.Bandang.Bandang ialah selembar kain kofo yang berukuran panjang 1,5 meter dengan lebar kira-kira 5 sentimeter.Pemakaiannya diletakkan di bahu kanan dan ujungnya diikat pada pinggang sebelah kiri.Bandang digunakan oleh wanita biasa,sedangkan wanita keturunan bangsawan menggunakan“kaduku atau animating” ,adalah selembar kain kofo dengan ukuran yang sama seperti bandang,hanya perbedaannya tergantung dari cara mengikat.Kaduka atau animating kegunaannya untuk memperindah Laku Tepu dan melambangkan derajat sosial masyarakat. Boto Pusige (konde) atau sanggul Pusige artinya ubun-ubun kepala.Boto Pusige artinya sanggul yang terletak pada ubun-ubun kepala wanita.Sanggul ini biasanya dibuat dari rambut wanita sendiri diatas kepala.Semakin tinggi Boto Pusige semakin indah. Untuk menjaga agar Boto Pusige tetap kuat digunakan Sasusu Boto (tusuk Konde) yang ditusukkan dari sebelah kanan sampai kiri.

BUSANA PRIA. Pakaian laki-laki juga disebut Laku Tepu,perbedaannya bagian lehernya berbentuk setengah lingkaran,berlengan panjang dan panjang pakain sampai ketumit.Laku tepu yang panjang berfungsi menutupi tubuh,melambangkan keagungan masyarakat Sangihe Talaud.Paporong atau pengikat kepala menggunakan bahan dari kain kofo dengan ukuran 1 kali 1 meter.Paporong dibentuk segitiga sama sisi,alasnya dilipat tiga kali dengan lebar 3 sampai 5 sentimeter.Paporong diikat pada bagian kepala menutupidahi.Paporong untuk laki-laki disebut paporong lingkaheng dan untuk keturunan bangsawan disebut paporong Kawawantuge.Popehe(pengikat pinggang), bahan dari kofo ukuran 1,5 sentimeter panjang dan lebar 5 cm.Popehe diikat pada pinggang pengantin pria pada sebelah kiri dan ujungnya terurai kebawah.Fungsinya memperindah laku tepu sekalgus mengatur Laku Tepu apabila kepanjangan dapat diatur dengan menarik keatas.Popehe juga memiliki makna membangkitkan semangat dalam melaksanakan tugas ataupun mengatasi berbagai rintangan.

2.7 Tempat wisata

makalah ilmu budaya "sulawesi utara"


ab 1
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang
Sulawesi Utara adalah daerah di bagian utara dari pulau Sulawesi yang
dikenal dengan pulau Celebes, terletak pada 0°30' - 4°30' LU dan 124°-127°BT.
Manado adalah ibukota provinsi yang terletak di Teluk Manado dikelilingi oleh
beberapa pulau, salah satunya pulau Bunaken yang memiliki Taman Laut Nasional
dengan bukit karang yang indah tempat rekreasi para turis baik turis domestik
maupun turis mancanegara. Terdapat 3 sungai kecil yang mengalir masuk ke Teluk
Manado.

1.2 Rangka Penelitian
Mengetahui semua tentang sulawesi utara, kbudayaan, seni tari, makanan khas, adat istiadat, musik, dll.

Bab 2 sulawesi utara
2.1 sejarah sulawesi utara

Sulawesi Utara


Ibukota : Manado
SEJARAH PROPINSI SULAWESI UTARA

Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada di paling ujung utara Nusantara ini menjadi Daerah Propinsi.

Dalam sejarah pemerintahan daerah Sulawesi Utara, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, mengalami beberapa kali perubahan administrasi pemerintahan, seiring dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan bangsa.

Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus keresidenan yang merupakan bagian dari Propinsi Sulawesi. Propinsi Sulawesi ketika itu beribukota di Makassar dengan Gubernur yaitu DR.G.S.S.J. Ratulangi.

Kemudian sejalan dengan pemekaran administrasi pemerintahan daerah-daerah di Indonesia, maka pada tahun 1960 Propinsi Sulawesi dibagi menjadi dua propinsi administratif yaitu Propinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Propinsi Sulawesi Utara-Tengah melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1960.

Untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di Propinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor.122/M Tahun 1960 tanggal 31 Maret 1960 ditunjuklah A. Baramuli, SH sebagai Gubernur Sulutteng.

Sembilan bulan kemudian Propinsi Administratif Sulawesi Utara-Tengah ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1960. Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi; Kotapradja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing; Sangihe Talaud, Gorontalo, Bolaang Mongondow, Minahasa, Buol Toli-Toli, Donggala, Daerah Tingkat II Poso, Luwuk/ Banggai. Sementara itu, DPRD Propinsi Sulawesi Utara-Tengah baru terbentuk pada tanggal 26 Desember 1961.

Dalam perkembangan selanjutnya, tercatat suatu momentum penting yang terpatri dengan tinta emas dalam lembar sejarah daerah ini yaitu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964 yang menetapkan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai daerah otonom Tingkat I dengan Ibukotanya Manado.

Momentum diundangkannya UU Nomor 13 Tahun 1964 itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak itulah secara de facto wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat Kabupaten Gorontalo. Adapun daerah tingkat II yang masuk dalam wilayah Sulawesi Utara yaitu; Kotamadya Manado, Kota Madya Gorontalo, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Kabupaten Sangihe Talaud. Gubernur Propinsi Dati I Sulawesi Utara yang pertama adalah F.J. Tumbelaka.

Dalam perjalanan panjang Propinsi Sulawesi Utara tercatat sejumlah Gubernur yang telah memimpin daerah ini yaitu:
F.J.Tumbelaka (Pj.Gubernur 1964-1965); Soenandar Prijosoedarmo (Pj.Gubernur 1965-1966); Abdullah Amu (Pj.Gubernur 1966 – 1967); H.V. Worang (1967 – 1978); Willy Lasut.G.A (1978-1979); Erman Harirustaman (Pj.Gubernur 1979-1980); G.H. Mantik (1980-1985); C.J. Rantung (1985-1990); E.E.Mangindaan (1995-2000); Drs. A.J. Sondakh (2000-2005); Ir. Lucky H. Korah, MSi (Pj. Gubernur 2005) dan Drs.S.H.Sarundajang (2005-2010).

Sementara yang pernah menduduki posisi Wakil Gubernur yaitu; Drs. Abdullah Mokoginta (1985-1991); A. Nadjamuddin (1991-1996); J. B. Wenas (Wagub Bidang Pemerintahan dan Kesra, 1997-2000); Prof. Dr. Hi. H. A. Nusi, DSPA (Wagub Bidang Ekonomi dan Pembangunan, 1998-2000 ), dan Freddy H. Sualang (2000-2005) dan terpilih kembali untuk periode 2005-2010.

Selanjutnya, seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah, maka telah dibentuk Propinsi Gorontalo sebagai pemekaran dari Propinsi Sulawesi Utara melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan dibentuknya Propinsi Gorontalo tersebut, maka wilayah Propinsi Sulawesi Utara meliputi; Kota Manado, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Sangihe dan Talaud dan Kab. Bolaang Mongondow. Pada Tahun 2003 Propinsi Sulawesi Utara mengalami penambahan 3 Kabupaten dan 1 Kota dengan Kabupaten Minahasa sebagai Kabupaten induk yaitu Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Tomohon serta Kabupaten Kepulauan Talaud. Kemudian tahun 2007 ketambahan lagi 4 lagi Kabupaten/Kota yakni Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Bolmong Utara, Kab. Sitaro dan Kota Kotamobagu.

Secara Geografis

Propinsi Sulawesi Utara terletak di jazirah utara Pulau Sulawesi dan merupakan salah satu dari tiga propinsi di Indonesia yang terletak di sebelah utara garis khatulistiwa. Dua propinsi lainnya adalah Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dilihat dari letak geografis Sulawesi Utara terletak pada 0.300-4.300 Lintang Utara (LU) dan 1210-1270 Bujur Timur (BT). Kedudukan jazirah membujur dari timur ke barat dengan daerah paling utara adalah Kepulauan Sangihe dan Talaud, dimana wilayah kepulauan ini berbatasan langsung dengan negara tetangga Filipina. Wilayah Propinsi Sulawesi Utara mempunyai batas-batas:
Utara : Laut Sulawesi, Samudra Pasifik dan Republik Filipina
Timur : Laut Maluku
Selatan : Teluk Tomini
Barat : Propinsi Gorontalo



SEJARAH GORONTALO
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado.

Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut); Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).

Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.

Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.

Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut huukm adat etatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohala’a”. Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala’a
• Pohala’a Gorontalo
• Pohala’a Limboto
• Pohala’a Suwawa
• Pohala’a Boalemo
• Pohala’a Atinggola

Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia. Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah “Adat bersendikan Syara’ dan Syara’ bersendikan Kitabullah”.

Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.

Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :
• Berasal dari “Hulontalangio”, nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi hulontalo.
• Berasal dari “Hua Lolontalango” yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu lalang.
• Berasal dari “Hulontalangi” yang artinya lebih mulia.
• Berasal dari “Hulua Lo Tola” yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
• Berasal dari “Pongolatalo” atau “Puhulatalo” yang artinya tempat menunggu.
• Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
• Berasal dari “Hunto” suatu tempat yang senantiasa digenangi air

Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata “hulondalo” hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.

Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah “Rechtatreeks Bestur”. Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu
• Onder Afdeling Kwandang
• Onder Afdeling Boalemo
• Onder Afdeling Gorontalo

Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
• Distrik Kwandang
• Distrik Limboto
• Distrik Bone
• Distrik Gorontalo
• Distrik Boalemo

Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
• Afdeling Gorontalo
• Afdeling Boalemo
• Afdeling Buol

Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.

Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat “Hari Kemerdekaan Gorontalo” yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.

Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan “Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja” sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Geografis

Berdasarkan UU No. 38 tahun 2001, wilayah Gorontalo ditetapkan sebagai Provinsi, lepas dari Provinsi Sulawesi Utara. Gorontalo sebagai provinsi yang ke 32 secara geografis terletak diantara 0º, 30′ – 1º,0′ lintang utara dan 121º,0′ – 123º,30′ Bujur Timur, yang diapit oleh Laut Sulawesi di sebelah Utara, Provinsi Sulut di sebelah Timur, Teluk Tomini di sebelah Selatan, dan Provinsi Sulteng di sebelah Barat.
Provinsi Gorontalo memiliki luas wilayah sebesar 12.215,45 km2